Selasa, 01 Oktober 2013

Positifku : Loyalitas jadi Loyolitas atau Loyalitas jadi Produktifitas ?

Semangat Pagi !!

Assalamualaikum wr. wb.

Selamat Pagi.....   Jawabannya adalah .. Semangat Pagi.........
Selamat Siang....Jawabannya adalah...  Semangat Pagi....
Hal di atas merupakan Tagline positif yang insyaAllah memberikan kita kekuatan positif semangat di pagi hari meskipun waktu telah bergerak dari pagi hingga malam hari.

Kemungkinan besar kalau kita ditanya oleh orang lain, "Kenapa kamu masih betah di dalam perusahaan ini ?" atau " Kok ngga bosan sama pekerjaanmu yang sekarang ?"
Jawaban dari kita pasti tidak ada yang sama, meskipun dari beberapa orang ada yang beralasan dengan tujuan yang sama. Setiap orang akan menentukan pilihannya masing - masing karena memiliki tujuan hidup yang berbeda - beda. Akan tetapi jika kita berbicara mengenai loyalitas (Kesetiaan / Pengabdian), apakah benar kita masih betah dan bertahan dalam sebuah perusahaan atau pekerjaan karena loyalitas ?
Pengalaman saya menyimpulkan ada dua peran loyalitas yang membuat kita menjadi  bertahan pada sebuah profesi :

1. Loyalitas jadi Loyolitas
    Kenapa saya katakan seperti ini ? Karena loyalitas awalnya memiliki peran sangat positif. Merangsang seluruh pemikiran dan tingkah laku untuk melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati. Mampu menembus batas kepentingan pribadi hingga menciptakan rasa tanggung jawab dan memiliki yang sangat kuat tertanam di dalam hati. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, perubahan jaman, lingkungan sosial, prilaku organisasi, dan perubahan gaya hidup, akhirnya berdampak negatif dan secara perlahan merubah loyalitas dan kebiasaan positif menjadi loyolitas. Kita menjadi pribadi yang malas bergerak dinamis, kita terperangkap oleh rutinitas, kesombongan sudah melekat karena merasa kita adalah orang yang paling senior, dari seorang yang visioner menjadi seorang yang taktikal (yang penting hari ini bisa bekerja, besok itu adalah urusan belakangan), dan kualitas keimanan pun menurun karena tidak mengalami perkembangan karir yang signifikan. Sifat ini akan menjadi sebuah penyakit yang juga mampu menular kepada lingkungan sekitar. Kita semakin tidak mampu untuk memandang masa depan, karena kita hanya menjadi pribadi yang ingin dipuji dan dinilai "lebih" karena mengabdi dalam kurun waktu yang cukup lama pada sebuah pekerjaan atau profesi. Kita hanya selalu menunggu operan bola, dan semakin lama hanya membuat kejenuhan berkepanjangan yang berdampak negatif bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain. Berhati - hatilah jika anda saat ini memang memiliki loyalitas yang sangat tinggi pada profesi anda, loyolitas akan menanti jika kita tidak mampu menjadi pribadi yang positif mengambil keputusan terdahap perubahan yang dinamis dalam proses kehidupan kita. So... jangan mau menjadi pribadi yang " Loyolitas ".

2. Loyalitas jadi Produktifitas
    Loyalitas yang terbentuk akhirnya merubah diri kita menjadi pribadi yang positif, yang mampu membentengi diri untuk menyaring setiap perubahan yang bergerak dinamis, dan tetap kreatif untuk melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati dan melebihi dari harapan. Kecintaan dan pengabdian terhadap sebuah profesi memberikan stimulus positif  sehingga setiap saat kita berusaha meningkatkan keimanan dan kompetensi diri. Melahirkan  kebiasaan - kebiasaan positif kepada orang lain, melakukan pekerjaan karena sebuah ibadah kepadaNya, dan memberikan hasil yang melebihi harapan sehingga secara internal maupun eksternal kita menjadi pribadi yang sangat produktif untuk menciptakan kebaikan kepada diri sendiri dan orang lain. Loyalitas yang akhirnya menjadi produktifitas  mendukung prilaku kita untuk berjuang dan mencapai cita - cita  baik dalam jangka waktu tertentu maupun jangka panjang. Dan yang menjadi sebuah catatan penting adalah, jika kita mampu menjadi pribadi yang loyal terhadap sebuah profesi, sebenarnya langkah kita masih belum selesai, karena kita masih punya satu langkah positif berikutnya untuk menjadi pribadi yang produktif. Karena perubahan positif yang berkelanjutan harus menjadi prinsip kita dalam membentuk pribadi yang produktif. So.... kita harus mampu menjadi pribadi yang " Produktif ".

Kedua hal di atas pasti masuk dan menghiasi setiap proses kehidupan yang kita lalui. Hanya saja kita yang akhirnya menentukan, apakah kita mau menjadi pribadi yang pertama atau yang kedua. Dan yang harus menjadi catatan penting untuk kita semua adalah: Loyal belum tentu produktif, namun produktif merupakan wujud dari pribadi yang loyal. Jadi, jangan terjebak dengan loyalitas, siapa tahu selama ini anda adalah seorang  "Loyolitas." Coba secara bersama - sama kita lakukan "Self Assessment" atau menilai diri sendiri apakah selama ini kita termasuk pribadi "Loyalitas jadi Loyolitas atau Loyalitas jadi Produktifitas ?"
Jawabannya adalah.........hanya kita yang tahu, ayooooo benahi dari sekarang yaa......


Salam Semangat Pagi.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Dears, Mr.Wong.
Okay..saya ingin mnjadi pekerja yang loyal hingga menjadi
produktif. So, what about self assessment? Kadang mudah untuk menilai orang lain,sedangkan untuk menilai diri sendiri itu sulit. Harap saran dari anda?
Regards,
Mrs.Yeni

Wong Positif mengatakan...

Selamat Pagi Mrs Yeni,

Semangat Pagi.

Berikut sharing positif dari saya, dan insyaAllah memberikan manfaat yang penuh keberkahan.
Menilai diri sendiri adalah hal yang wajib kita dilakukan dengan berkelanjutan. Dan menilai orang lain adalah hal yang positif selama niat dan isinya adalah memberikan pandangan positif kepada orang lain. Self Assessment adalah salah satu produk untuk melakukan evaluasi kompetensi seseorang. Bisa dilakukan sendiri, dengan literatur, ataupun dengan melibatkan pihak eksternal. Sebelum melakukan self assessment, ada hal yang terpenting yang harus dimiliki, yaitu "komitmen." Komitmen memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga kualitas psikologi selama melakukan persiapan, pelaksanaan, dan menerima hasil assessment yang sudah dilakukan.
Dan sudah menjadi kodrat manusia akan merasa tidak puas terhadap sesuatu yang dimiliki. Nah.. komitmen tadi lah sebagai "pagar pembatas" yang dapat meredam ketidak puasan terhadap diri sendiri, dan komitmen pula yang mendorong psikologi kita untuk bergerak menuju perubahan diri yang lebih positif dan berkesinambungan.

Jadi, kita boleh menilai orang lain, akan tetapi kita jangan terjebak untuk tidak mau dan tidak tahu bagaimana menilai diri sendiri.

Demikian yang bisa saya sharingkan. Mohon maaf baru bisa membalas pertanyaan yang sangat positif ini. Dan yang menjadi sebuah catatan penting adalah, komitmen yang diikuti dengan keimanan positif akan membawa kita menuju perubahan yang lebih baik.

Salam Semangat Pagi.

Wong